Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak,
minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan
perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah
penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatera Jawa, dan Sulawesi
African Oil Palm (Elaeis
guineensis)
Kelapa sawit berbentuk pohon.
Tingginya dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit
mengarah ke bawah dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas
yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya
tersusun majemuk menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna
sedikit lebih muda. Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak,
hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman
diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah
yang mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa.
Bunga jantan
dan betina terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan
memiliki waktu pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan
sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina
terlihat lebih besar dan mekar.
Tanaman sawit dengan tipe cangkang
pisifera bersifat female sterilsehingga sangat jarang menghasilkan
tandan buah dan dalam produksi benih unggul digunakan sebagai tetua jantan.
Buah sawit mempunyai warna
bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah
bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh
buah. Kandungan minyak bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase
matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan
meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
·
Eksoskarp, bagian kulit buah
berwarna kemerahan dan licin.
·
Mesoskarp, serabut buah
·
Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya
adalah biji) merupakan endospermadan embrio dengan
kandungan minyak inti berkualitas tinggi.
Kelapa sawit berkembang biak dengan
cara generatif. Buah sawit matang pada kondisi tertentu embrionya akan
berkecambah menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar (radikula).
Syarat
hidup
Habitat aslinya adalah daerah semak
belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU – 15° LS).
Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan
kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan stabil, 2000-2500 mm
setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan
saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan
produksi buah sawit.
Tipe
kelapa sawit
Kelapa sawit yang dibudidayakan
terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E. oleifera.
Jenis pertama adalah yang pertama kali dan terluas dibudidayakan orang. E.
oleifera sekarang mulai dibudidayakan pula untuk menambah
keanekaragaman sumber daya genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe
kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang, yang terdiri dari
·
Dura,
·
Pisifera, dan
·
Tenera.
Dura merupakan sawit yang buahnya
memiliki cangkang tebal sehingga dianggap
memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya besar-besar dan
kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya tidak memiliki
cangkang namun bunga betinanya steril sehingga sangat jarang menghasilkan buah.
Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera. Jenis ini
dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan masing-masing induk dengan
sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya tetap fertil. Beberapa tenera
unggul memiliki persentase daging per buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak
per tandannya dapat mencapai 28%.
Untuk pembibitan massal, sekarang
digunakan teknik kultur jaringan.
Hasil
tanaman
Minyak sawit digunakan sebagai bahan
baku minyak makan, margarin,sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit dan
industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk
begitu beragam peruntukannya karena keuunggulan sifat yang dimilikinya yaitu
tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak
larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak
menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik.[1]
Bagian yang paling populer untuk
diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah
menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis
turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendahkolesterol,
dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga
diolah menjadi bahan baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku
minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan,
bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging
buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu
digunakan sebagai bahan minyak
goreng, sabun, dan lilin.
Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu
digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya
digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah diproses dengan membuat lunak
bagian daging buah dengan temperatur 90°C. Daging yang telah melunak dipaksa
untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin
silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan
teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang
akan turun ke bagian bawah lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat
potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan
difermentasikan menjadi kompos.
Sejarah
perkebunan kelapa sawit
Kelapa sawit didatangkan ke
Indonesia oleh pemerintah Hindia
Belandapada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun
Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan
sebagai tanaman hias diDeli, Sumatera
Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah
permintaan minyak nabati akibat Revolusi
Industripertengahan abad
ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit
berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit
“Deli Dura”.
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai
diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia
Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia,
yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di
Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.
Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha.
Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera
Utaradan di Rantau Panjang, Kuala
Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya,
perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan
benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa
sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1911.
Hingga menjelang pendudukan Jepang,
Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan
Jepang, produksi merosot hingga tinggal seperlima dari angka tahun 1940.[2]
Usaha peningkatan pada masa Republik
dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan
hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde
Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal
perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi
sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang
ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian
sekitar 12m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia
Tenggara yang berasal dari Afrika.
BUDIDAYA KELAPA SAWIT
I. PENDAHULUAN
Agribisnis kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), baik yang berorientasi pasar lokal maupun global akan berhadapan dengan tuntutan kualitas produk dan kelestarian lingkungan selain tentunya kuantitas produksi. PT. Natural Nusantara berusaha berperan dalam peningkatan produksi budidaya kelapa sawit secara Kuantitas, Kualitas dan tetap menjaga Kelestarian lingkungan (Aspek K-3).
II. SYARAT PERTUMBUHAN
2.1. Iklim
Lama penyinaran matahari rata-rata
5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-280C.
Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam
untuk membantu proses penyerbukan.
2.2. Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak
lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup
dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu. Tanah
Latosol, Ultisol dan Aluvial, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara
sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit.
III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
3.1.1. Penyemaian
Kecambah dimasukkan polibag 12×23
atau 15×23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah
ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di
bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5
helai bibit dipindahtanamkan.
Bibit dari dederan dipindahkan ke
dalam polibag 40×50 cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas
yang diayak. Sebelum bibit ditanam, siram tanah dengan POC NASA 5 ml atau 0,5
tutup per liter air. Polibag diatur dalam posisi segitiga sama sisi dengan
jarak 90×90 cm.
3.1.2. Pemeliharaan Pembibitan
Penyiraman dilakukan dua kali
sehari. Penyiangan 2-3 kali sebulan atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma.
Bibit tidak normal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus dibuang.
Seleksi dilakukan pada umur 4 dan 9 bulan.
Pemupukan pada saat pembibitan
sebagai berikut :
Pupuk Makro
> 15-15-6-4
Minggu ke 2 & 3 (2 gram); minggu
ke 4 & 5 (4gr); minggu ke 6 & 8 (6gr); minggu ke 10 & 12 (8gr)
> 12-12-17-2
> 12-12-17-2
Mingu ke 14, 15, 16 & 20 (8 gr);
Minggu ke 22, 24, 26 & 28 (12gr), minggu ke 30, 32, 34 & 36 (17gr),
minggu ke 38 & 40 (20gr).
> 12-12-17-2
Minggu ke 19 & 21 (4gr); minggu
ke 23 & 25 (6gr); minggu ke 27, 29 & 31 (8gr)
> POC NASA
> POC NASA
Mulai minggu ke 1 – 40 (1-2cc/lt air perbibit disiramkan 1-2 minggu sekali).
Catatan : Akan Lebih baik pembibitan
diselingi/ditambah SUPER NASA 1-3 kali dengan dosis 1 botol untuk + 400 bibit.
1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan
induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi untuk
penyiraman
3.2. Teknik Penanaman
3.2.1. Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam dapat monokultur ataupun
tumpangsari. Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal tanaman
kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia
dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan
pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-kacangan
sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.
3.2.2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari
sebelum tanam dengan ukuran 50×40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20
cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9×9×9 m. Areal berbukit, dibuat teras
melingkari bukit dan lubang berjarak 1,5 m dari sisi lereng.
3.2.3. Cara Penanaman
Penanaman pada awal musim hujan,
setelah hujan turun dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada
polibag. Lepaskan plastik polybag hati-hati dan masukkan bibit ke dalam lubang.
Taburkan Natural GLIO yang sudah dikembangbiakkan dalam pupuk kandang selama +
1 minggu di sekitar perakaran tanaman. Segera ditimbun dengan galian tanah
atas. Siramkan POC NASA secara merata dengan dosis ± 5-10 ml/ liter air setiap
pohon atau semprot (dosis 3-4 tutup/tangki). Hasil akan lebih bagus jika
menggunakan SUPER NASA. Adapun cara penggunaan SUPER NASA adalah sebagai
berikut: 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan
larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 10 ml larutan induk tadi
untuk penyiraman setiap pohon.
3.3. Pemeliharaan Tanaman
3.3.1. Penyulaman dan Penjarangan
Tanaman mati disulam dengan bibit
berumur 10-14 bulan. Populasi 1 hektar + 135-145 pohon agar tidak ada
persaingan sinar matahari.
3.3.2. Penyiangan
Tanah di sekitar pohon harus bersih
dari gulma.
3.3.3. Pemupukan
Anjuran pemupukan sebagai berikut :
Pupuk Makro
Urea
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2.Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
225 kg/ha
1000 kg/ha
TSP
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2.Bulan ke 48 & 60
115 kg/ha
750 kg/ha
MOP/KCl
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2.Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
200 kg/ha
1200 kg/ha
Kieserite
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2.Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
75 kg/ha
600 kg/ha
Borax
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
1.Bulan ke 6, 12, 18, 24, 30 & 36
2.Bulan ke 42, 48, 54, 60 dst
20 kg/ha
40 kg/ha
NB. : Pemberian pupuk pertama
sebaiknya pada awal musim hujan (September – Oktober) dan kedua di akhir musim
hujan (Maret- April).
POC NASA
a. Dosis POC NASA mulai awal tanam :
0-36 bln
2-3 tutup/ diencerkan secukupnya dan
siramkan sekitar pangkal batang, setiap 4 – 5 bulan sekali
>36 bln
>36 bln
3-4 tutup/ diencerkan secukupnya dan
siramkan sekitar pangkal batang, setiap 3 – 4 bulan sekali
b. Dosis POC NASA pada tanaman yang
sudah produksi tetapi tidak dari awal memakai POC NASA
Tahap 1 : Aplikasikan 3 – 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Tahap 1 : Aplikasikan 3 – 4 kali berturut-turut dengan interval 1-2 bln. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Tahap 2 : Aplikasikan setiap 3-4 bulan sekali. Dosis 3-4 tutup/ pohon
Catatan: Akan Lebih baik pemberian diselingi/ditambah SUPER NASA 1-2 kali/tahun dengan dosis 1 botol untuk + 200 tanaman. Cara lihat Teknik Penanaman (Point 3.2.3.)
3.3.4. Pemangkasan Daun
Terdapat tiga jenis pemangkasan yaitu:
a. Pemangkasan pasir
Membuang daun kering, buah pertama atau buah busuk waktu tanaman berumur 16-20 bulan.
b. Pemangkasan produksi
Memotong daun yang tumbuhnya saling menumpuk (songgo dua) untuk persiapan panen umur 20-28 bulan.
c. Pemangkasan pemeliharaan
Membuang daun-daun songgo dua secara rutin sehingga pada pokok tanaman hanya terdapat sejumlah 28-54 helai.
3.3.5. Kastrasi Bunga
Memotong bunga-bunga jantan dan betina yang tumbuh pada waktu tanaman berumur 12-20 bulan.
3.3.6. Penyerbukan Buatan
Untuk mengoptimalkan jumlah tandan yang berbuah, dibantu penyerbukan buatan oleh manusia atau serangga.
a. Penyerbukan oleh manusia
Dilakukan saat tanaman berumur 2-7
minggu pada bunga betina yang sedang represif (bunga betina siap untuk
diserbuki oleh serbuk sari jantan). Ciri bunga represif adalah kepala putik
terbuka, warna kepala putik kemerah-merahan dan berlendir.
Cara penyerbukan:
1. Bak seludang bunga.
2. Campurkan serbuk sari dengan talk
murni ( 1:2 ). Serbuk sari diambil dari pohon yang baik dan biasanya sudah
dipersiapkan di laboratorium, semprotkan serbuk sari pada kepala putik dengan
menggunakan baby duster/puffer.
b. Penyerbukan oleh Serangga
Penyerbuk Kelapa Sawit
Serangga penyerbuk Elaeidobius
camerunicus tertarik pada bau bunga jantan. Serangga dilepas saat bunga betina
sedang represif. Keunggulan cara ini adalah tandan buah lebih besar, bentuk
buah lebih sempurna, produksi minyak lebih besar 15% dan produksi inti (minyak
inti) meningkat sampai 30%.
3.4. Hama dan Penyakit
3.4.1. Hama
a. Hama Tungau
Penyebab: tungau merah
(Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Gejala: daun menjadi mengkilap dan
berwarna bronz. Pengendalian: Semprot Pestona atau Natural BVR.
b. Ulat Setora
Penyebab: Setora nitens. Bagian yang
diserang adalah daun. Gejala: daun dimakan sehingga tersisa lidinya saja.
Pengendalian: Penyemprotan dengan Pestona.
3.4.2. Penyakit
a. Root Blast
Penyebab: Rhizoctonia lamellifera
dan Phythium Sp. Bagian diserang akar. Gejala: bibit di persemaian mati
mendadak, tanaman dewasa layu dan mati, terjadi pembusukan akar. Pengendalian:
pembuatan persemaian yang baik, pemberian air irigasi di musim kemarau,
penggunaan bibit berumur lebih dari 11 bulan. Pencegahan dengan pengunaan
Natural GLIO.
b. Garis Kuning
Penyebab: Fusarium oxysporum. Bagian
diserang daun. Gejala: bulatan oval berwarna kuning pucat mengelilingi warna
coklat pada daun, daun mengering. Pengendalian: inokulasi penyakit pada bibit
dan tanaman muda. Pencegahan dengan pengunaan Natural GLIO semenjak awal.
c. Dry Basal Rot
Penyebab: Ceratocyctis paradoxa.
Bagian diserang batang. Gejala: pelepah mudah patah, daun membusuk dan kering; daun
muda mati dan kering. Pengendalian: adalah dengan menanam bibit yang telah
diinokulasi penyakit.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki. Penyemprotan herbisida (untuk gulma) agar lebih efektif dan efisien dapat di campur Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki .
3.5. Panen
3.5.1. Umur Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan
masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur
31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1
tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah
yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya
ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
0 komentar:
Posting Komentar